Authentication
PATUNG DAN AYAM Karya Sarjang 1 | k o l e k s i t e a t e r 1 0 8 b a l i w w w . t e a t e r 1 0 8 . o r g PROLOG Saudara–saudara, dunia selalu melahirkan pahlawan walaupun saat pahlawan itu hidup tindak–tanduknya tidak sebersih perilaku yang digambarkan dalam dongeng yang kita dengar atau kita baca, namun setidaknya mereka telah berbuat sesuatu yang memberikan perubahan pada generasi setelahnya. Namun sayangnya banyak manusia yang memanfaatkan kemashuran seorang pahlawan demi kepentingan mereka sendiri. Nama baik pahlawan sering dipakai untuk memenuhi hasrat sendiri. Lalu apa jadinya kalau sudah begini? Selalu ada celah dalam memetik hikmah dari semua kejadian yang bertebaran didepan mata kita selalu ada sesuatu yang bisa kita ambil sebagai bahan pelajaran dari setiap kisah hidup yang muncul dipucuk hidung kita. Maka dari itu saudaraku seburuk apapun kehidupan tetaplah sebuah kehidupan, sesakit apapun pengalaman tetaplah sebuah pengalaman. bukalah pandang mata dan lihat dari sudut yang berbeda, mungkin dari sisi lain kita menemukan kebaikan, atau setidaknya memberikan sedikit harapan. Karena hidup adalah harapan kalau anda takut untuk berharap berarti anda takut hidup. Orang yang takut hidup takkan berani menghadap kematian. Percayalah! PARA PELAKU Patung Kades Eha Mak Eom Sekdes Ulis Hansip Pesuruh Bupati Tasem Pembaca prolog Ayam 2 | k o l e k s i t e a t e r 1 0 8 b a l i w w w . t e a t e r 1 0 8 . o r g MUSIK KADES EHA ( Termenung memandang patung pahlawan yang berdiri ditengah panggung, sesekali kades eha membersihkan sisa debu semen dari kaki patung.) Tiga juta lebih uangku, uang pribadi, uang sendiri, masuk kemari. ( Kades Eha berjalan mengelilingi patung ) katanya… seratus dua puluh juta, anggaran untuk membuat patung ini. Honor dan makan para pematung, kontraktor, pengawas dan buat orang–orang yang berdatangan. Seratus dua puluh juta. Seratus dua puluh juta untuk semen, batu, bambu, kayu, batubata, besi beton, bir, kambing, ayam, janda, seratus dua puluh juta, seratus dua puluh juta! ( Kades Eha berhenti berjalan, menatap lekat pada patung, bertolak pinggang penuh amarah ). Tiga juta lebih kau menggasak uangku. Batok kepalaku hampir pecah mengurusi pembangunanmu. Kau membuatku berutang pada warga desa. Kau membuatku jadi perampok! Tiga juta! Itu yang bentuknya uang! Kau juga memakan yang lainnya, kau makan hartanya si Adeng, si Soma juga Mak Eom. Dari mulai kelapa, minyak tanah, pisang, pepaya, jagung, tak ada yang tersisa! semuanya kau makan! kau juga memakan otakku! ( Kades Eha diam menarik nafas ) Aku tahu desa ini dipenuhi dengan berbagai peristiwa sejarah. Ada ki Sobandi yang memberontak pada Belanda, ada bah Darsan yang membakar tangsi, ada perjuangan heroik Mayor Inta melawan NICA, ada derita kopral Utas yang dianiaya para separatis dari gunung. Semua tahu, desa ini melimpah dengan peristiwa sejarah. Belum remah–remahnya. Ada mak unah yang harus jadi Jugun Ian Fu, suaminya menjalani Romusha sampai sekarang tak ada kabar beritanya. Aku juga tahu sudah selayaknya didesa ini ada monumen untuk mengenang jasa – jasa mereka, para pelaku dan korban dalam sejarah. Aku tahu, aku tahu, aku tahu! ( Diam ) Tak perlu dikasih tahu oleh Camat atau Bupati. Aku sudah tahu. Bukankah disudut kebon dekat SD Inpres ada bukti. Ada makam ki Sobandi dan bah Darsan dengan prasasti setinggi dada. Tak lupa juga tertulis disana, ‘ Bebela lemah cai lali rabi tegang pati’ Tak perlu Camat sialan itu ikut-ikutan ngomong! Aku sudah tahu! Sebagai Kades aku tahu apa yang diperlukan desaku, sebagai Kades aku lebih suka menyalurkan dana itu untuk sesuatu yang lebih bermanfaat. Bukan onggokan semen sepertimu! ( Kades Eha menunjuk patung ) Emas – emas, kesempatan emas, kesempatan emas apanya? Aku nombok tiga juta! Itu yang dimaksud kesempatan emas? Tiga juta lebih melayang! Tak usahlah Bupati itu bilang, APBD menyisakan anggaran untuk pembangunan patung pahlawan, tendernya nomer seanu, kepala proyeknya bapak anu, pelaksananya PT anu, bekerjasama dengan para pematung dari institut seni anu,….tai kucing! Tai kucing! 3 | k o l e k s i t e a t e r 1 0 8 b a l i w w w . t e a t e r 1 0 8 . o r g ( Diam ) Aku sih setuju – setuju saja, asalkan ada biaya dan yang mengerjakannya. Warga desaku juga tidak akan tinggal diam, mereka pasti membantu. Katanya….dana seratus dua puluh juta itu tidak cukup! Tidak tersisa! Bahkan wargaku harus ikut nombok pula. Janjinya mau diganti! Diganti – diganti matamu hah! Mana?! Tiga juta lebih, belum beras, kelapa, minyak, hutang – hutang desa pada warga, mana? Manaaa? MAK EOM ( Muncul dari sisi gelap panggung. melirik ke patung, melirik kades eha, lalu berjalan mendekati Kades Eha. setelah diam sebentar ragu-ragu Mak Eom bicara ). Kelapa emak ha, Emak sudah tak punya uang buat besok, tolonglah emak. Kelapa yang dulu mau dijual kan diambil Eha, Eha bilang semuanya akan diganti. Kelapa emak Ha, tolonglah emak, bagaimana belanja emak besok? Ha kalau saja emak masih punya sesuatu, masih punya barang–barang lain yang bisa dijual mungkin emak tak akan menagih–nagih begini. Tapi emak sudah bener–bener bingung. Duit kelapa saja dulu. Biarlah untuk utang beras, jagung dan yang lainnya itu terserah Eha kapan mau dibayar. Sekarang mah emak minta uang kelapa saja dulu, uang kelapa saja Ha, Ha? ( Mak Eom berjalan mendekati Kades Eha ) Malu sih malu ini teh emak menagih – nagih sama Eha, tapi mau gimana? Eha kan tahu emak sudah tak punya apa – apa lagi. Selain itu emak tak tahu harus minta tolong sama siapa lagi kalau bukan sama Eha. Eha kan lurah, mungkin Eha mah punya sedikit duit, duit kelapa saja dulu Eha, mungkin cukup buat emak dan si Tasem makan sehari dua hari. Tahu sendiri si Tasem, sudah perawan segede gitu teh belum bisa Bantu–Bantu. kerjanya cuma nyanyi dan main–main. Kalau bedaknya habis, lipennya habis baru ngadat. Duit kelapa saja dulu Ha, berapa ya? Kalau tidak salah mah lima belas rebu? ( Mak Eom berhenti sebentar ) Sekali lagi, malu mah malu emak teh, tapi harus bagaimana lagi. Duit kelapa saja dulu, duit kelapa Ha…Eha? Kenapa diam saja Eha?! ( Mak Eom maju lebih mendekat, menatap Kades Eha yang sedang memandang patung, matanya beberapa kali bolak–balik antara Kades Eha dan patung ) Ini emak disini Eha, ini emak bukan patung. Eha denger omongan emak kan? ( Diam ) Emak sudah tidak punya uang, gula kopi habis, bedak dan lipen si Tasem habis, beras sudah tak ada sebutirpun, besok emak musti makan apa? Masa emak harus puasa? Gimana atuh Ha? ( Diam ) Eha kamu teh belum tuli kan? Denger…! Emak datang kemari mau menagih uang kelapa buat makan besok, karena emak sudah tidak punya apa–apa Ha… KADES EHA 4 | k o l e k s i t e a t e r 1 0 8 b a l i w w w . t e a t e r 1 0 8 . o r g
no reviews yet
Please Login to review.