Authentication
312x Tipe DOCX Ukuran file 0.14 MB
Perspektif, Penggolongan dan Assessment Perilaku Abnormal Kuliah Psikologi Abnormal, Dosen: Ir. Henrikus, SPsi, CHT Perspektif Dalam pertemuan kali ini kita mempelajari perspektif-perspektif kontemporer yang utama tentang perilaku abnormal, yaitu : 1. Perspektif biologis, model medis mewakili perspektif biologis tentang perilaku abnormal, mengacu pada pendekatan yang menekankan peran faktor biologis dalam menjelaskan perilaku abnormal dan penerapan penanganan yang berbasis biologis dalam menangani gangguan psikologis. Sebagai contoh, pola-pola perilaku tertentu (rasa malu) mungkin memiliki komponen genetis yang kuat namun tidak dapat dianggap "simtom-simtom" dari "gangguan" yang mendasarinya. Genetis memainkan peran besar dalam berbagai bentuk perilaku abnormal, sebagaimana akan kita lihat dalam keseluruhan teks. Kita juga mengetahui bahwa faktor-faktor biologis lainnya, terutama berfungsinya sistem-sistem saraf, terlibat dalam perkembangan perilaku abnormal (Cravchik & Goldman, 2000). Karena itu perlu mempelajari bagaimana sistem saraf tersusun dan bagaimana sel-sel saraf saling berkomunikasi satu dengan lainnya. Ketidakteraturan dalam kerja sistem neurotransmiter di otak berkaitan erat dengan pola-pola perilaku abnormal, contoh, depresi berkaitan dengan disfungsi yang melibatkan neurotransmiter norepinefrin dan serotonin. Ketidakteraturan fungsi serotin juga berpengaruh pada gangguan makan. Penyakit Alzheimer (Alzheimer's disease), penyakit otak di mana terdapat kehilangan ingatan dan fungsi kognitif secara progresif, karena neurotransmiter asetilkolin di otak. Ketidakteraturan yang melibatkan neurotransmiter dopamin tampaknya terlibat dalam skizofrenia Orang-orang yang mengalami skizofrenia mungkin menggunakan lebih banyak dopamin yang tersedia di otak daripada orang-oranz lain yang tidak mengalami skizofrenia. Hasilnya mungkin 1 adalah halusinasi, pembicaraan yang tidak koheren, dan pemikiran delusional. Obat-obat antipsikotik yang digunakan untuk menangani skizofrenia bekerja dengan memblok reseptor dopamin di otak. Neurotransmitter Fungsi Perilaku Asetikolin (Ach) Mengendalikan Bila kurang terjadi kontraksi otot dan Alzheimer pembentukan ingatan Dopamin Mengatur kontraksi Penggunaan berlebih dari otot dan proses- dopa min di otak mungkin proses mental berperan dalam yang meliputi perkembangan belajar, ingatan, skizofrenia dan emosi Norepinefrin Proses-proses Ketidakseimbangannya mental yang dikaitkan dengan terlibat dalam gangguan mood seperti belajar depresi dan ingatan Serotonin Pengatur kondisi Ketidakteraturan mungkin Contohnya: mood, kepuasan, berperan dalam depresi Aprazolam dan tidur dan gangguan makan (SANAX) Semangat, motivasi Namun demikian, untuk berbagai gangguan lain penyebab yang tepat tetap tidak diketahui. Pada kasus-kasus lain, seperti skizofrenia, faktor- faktor biologis, terutama genetis, tampaknya berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan pembuat stres dalam perkembangan gangguan. Pengaruh genetis dapat terjadi pada ranah yang luas dari gangguan psikologis, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar (manik depresi), 2 depresi mayor, alkoholisme, autisme, demensia akibat penyakit Alzheimer, gangguan kecemasan, disleksia, dan gangguan kepribadian antisosial. Ketika faktor genetis memainkan peran, faktor tersebut melibatkan interaksi yang kompleks dari berbagai gen. Kita belum menemukan gangguan kesehatan mental spesifik yang dapat dijelaskan oleh cacat atau variasi dari satu gen tunggal belum ditemukan bahwa faktor genetis saja yang menjadi penyebab gangguan kesehatan mental tertentu. Faktor lingkungan juga memainkan peran yang penting. 2. Perspektif Psikologis, model-model psikologis utama tentang perilaku abnormal dipengaruhi oleh perspektif psikodinamika mencerminkan pandangan pandangan Freud dan para pengikutnya, yang meyakini bahwa perilaku abnormal berasal dari penyebab-penyebab psikologis berdasarkan kekuatan-kekuatan psikis mendasar dalam kepribadian. Para teoretikus belajar mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku abnormal maupun normal. Para teoretikus humanistik meyakini bahwa penting untuk memahami hambatan-hambatan yang dihadapi orang ketika mereka berjuang untuk memperoleh aktualisasi diri dan keautentikan. Para teoretikus kognitif memfokus pada peran dari pikiran-pikiran yang terdistorsi dan menipu diri sendiri dalam menjelaskan perilaku abnormal. Dalam teorinya S.Freud menggolongkan kepribadian seseorang dalam 3 komponen dasar: Id, dipengaruhi oleh insting dasar manusia yaitu: seks dan agresi, yang menjadi dasar motivasi tindakan dan bekerja berdasarkan prinsip pleasure. Bersifat serakah, menuntut dan tidak mempunyai kontrol diri alamiah. Ego adalah komponen yang bersifat realistis, dan komponen ini memaksimalkan kepuasan berdasarkan kenyataan yang ada. 3 Superego, berisikan moral dan nilai nilai sosial si individu, berfungsi sebagai conscience, menciptakan perasaan bersalah bila norma norma sosial dilanggar. Ketiga komponen diatas yang bekerja terus menerus mengontrol seseorang, misalnya keinginan seksual berakar di Id, tetapi superego bertugas melakukan gratifikasi moralitas, misalnya perasaan berdosa, dan ego mempertimbangkan untung ruginya tindakan. Bila Id menjadi saja yang dominan maka bisa saja terjadi tindakan tindakan asusila, misalnya perkosaan atau tindakan kekerasan yang lain. Menurut Freud bahwa seseorang yang kita kenal, bahkan diri kita, atau personaliti kita dibentuk oleh masa lalu dan dipengaruhi sebagian besar oleh ketidaksadaran kita. Karena itu perlu kita mengetahui 5 tahap perkembangan psikologi untuk menganalisa masalah yang ada pada seseorang saat ini apakah berkaitan dengan masalalunya khususnya masa kanak kanaknya. Kelima tahapan itu adalah: 1. Fase Oral, karakteristiknya adalah menerima gratifikasi melalui mulut: misalnya mengisap, menangis, atau menyelidiki benda memakai mulut. Fase ini pada usia 18 sampai 24 bulan. Pada fase ini hanya Id yang berperan. Fase ini dicirikan dengan ketidakmampuan menunda keinginan dan egois dan sifat menuntut. 2. Fase Anal, pada usia 42 dan 48 bulan, anak anak mendapatkan kepuasan dari anal, pada fase ini anak anak belajar mengetahui bahwa melalui proses toilet training mereka memberi pengaruh pada orang lain dan belajar merubah kebiasaannya untuk mendapatkan kepuasan dari pujian orang tuanya. Pada fase ini Ego mulai berkembang untuk menerima realitas. 3. Fase phallic, usia 5-6 years, pada fase ini superego mulai berkembang, dan mereka mendapat pengalaman dari konflik seksual. Pada fase ini anak laki laki punya bersifat incestuous pada ibunya yang di dorong oleh Id nya yang disebut Oedipal complex, pada fase 4
no reviews yet
Please Login to review.