Authentication
152x Tipe PDF Ukuran file 0.06 MB Source: law.uii.ac.id
Resensi Buku DESA DALAM BINGKAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA Judul : Hukum Pemerintahan Desa: Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi Penulis : Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum Penerbit : Setara Press, Malang Cet : Pertama, 2015 Tebal : xxiii + 286 hlm; 15,5 x 23 cm. Buku dengan judul “Hukum Pemerintahan Desa: Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi” karya Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum ini merupakan kajian yang mengulas tentang desa dalam perspektif perundang-perundang di Indonesia. Dalam buku ini dipaparkan bagaimana desa diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dari satu rezim pemerintahan ke rezim pemerintahan yang lain dari sejak era kemerdekaan sampai reformasi. Materi pembahasan dalam buku ini dibagi dalam sembilan bab, yaitu: (i) Pemerintahan Desa dalam Perdebatan Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi; (ii) Desa dan Otonomi Desa; (iii) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Indonesa; (iv) Pengakuan Negara Terhadap Desa Adat; (v) Pemerintahan Desa Pasca Kemerdekaan Hingga Orde Lama; (vi) Desa di Era Pemerintahan Orde Baru; (vii) Desa di Era Pemerintahan Reformasi; (viii) Dinamika Desa Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; dan (ix) Peraturan Desa dan Pengujian Peraturan Desa. Penulis menyimpulkan bahwa dari berbagai instrumen hukum yang mengatur tentang desa sangat dipengarui oleh kondisi politik masing-masing rezim pemerintahan. Di awal masa kemerdekaan, desa diposisikan sebagai entitas yang sangat terhormat. Hal ini dibuktikan dari pembahasan dalam persidangan BPUPKI dan PPKI yang mengingikan agar desain Negara Indonesia merdeka harus disesuaikan dengan riwayat hukum dan lembaga sosial/struktur masyarakat (sociale structuur) masyarakat asli Indonesia yaitu desa, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model pemerintahan asli bangsa 1 Indonesia yaitu desa memiliki kelebihan yaitu nilai kebersamaan (paguyuban), gotongroyong dan bersatu jiwanya para pemimpin dengan rakyat dan masyarakatnya. Keinginan para pendiri bangsa tersebut kemudian dimasukkan dalam dalam Pasal 18 UUD 1945 naskah asli yang menyebutkan bahwa, Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak- hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Pada masa orde baru, kebijakan tentang desa mengalami pergeseran makna dari yang sebelumnya desa dibiarkan melaksanakan pemerintahannya secara mandiri menurut karakteristik daerah masing-masing, di bawah Presiden Soeharto, desa atau dengan sebutan lain eksistensinya diseragamkan dengan desa yang ada di jawa. Akibatnya, banyak desa menjadi tidak berkembang. Selain itu, desa dinyatakan merupakan organisasi pemerintahan yang terendah di langsung bawah camat. Dengan sendirinya desa merupakan representasi pemerintah pusat. Artinya, apa yang dianggap baik oleh pemerintah pusat dipandang baik pula untuk desa. Asumsi ini bukan hanya manipulatif, namun juga mempunyai tendensi yang sangat kuat untuk mengalahkan dan merendahkan keperluan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat desa. Setelah kekuasaan orde baru tumbang, Pemerintah dan DPR akhirnya menyadari bahwa penyeragaman nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan desa tidak sesuai lagi dengan jiwa UUD 1945. Bahkan semangat untuk melestarikan, menghormati dan mengakui hak asal usul daerah yang bersifat istimewa semakin dipertegas dalam Pasal 18B UUD 1945 hasil perubahan. Pada era pemerintahan reformasi lahir UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian ganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu materi yang diatur oleh ke dua UU tersebut adalah tentang desa. Menurut penulis buku ini, secara garis besar kedua UU ini mengatur tentang: pengakuan terhadap keragaman dalam pemerintahan desa, lahir mitra kerja kepala desa yang sederajat dan cukup kuat yaitu Badan Permusyawaratan Desa, camat bukan lagi atasan kepala desa, pembatasan kekuasaan kepala desa, 2 pelimpahan kewenangan pemerintahan kepada desa, peningkatan kemampuan keuangan desa, dan mendorong kemandirian desa. Pada tahun 2014, lahir UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Terlepas dari motif lahirnya UU ini yang penuh dengan kepentingan politik karena disahkan bersamaan dengan pemilu legislatif, menurut penulis bagi masyarakat desa UU ini telah memberikan payung hukum yang lebih kuat dibandingkan pengaturan desa dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu hal yang sangat penting yang diatur dalam UU adalah adanya alokasi dana yang sangat besar dari Pemerintah. Dengan dana tersebut seharusnya ke depan desa akan memiliki peluang yang besar untuk lebih maju dan berkembang dengan baik. Jika kita mengkaji dan membaca langsung sejarah pengaturan desa mulai awal kemerdekaan sampai era reformasi hari ini tentu akan sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu karena begitu banyak data dan peraturan yang harus kita kaji dan cermati. Namun jika kita membaca buku karya Ni’matul Huda ini, kerumitan dalam memehami kebijakan setiap rezim pemerintahan di Indonesia tentang desa akan dengan mudah dapat kita pahami karena selain buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat mudah untuk dicerna dan dipahami oleh seluruh kalangan, setiap topik dipaparkan dengan sistematis dan dianalisa dengan sangat mendalam. Sehingga kita tidak perlu membaca satu persatu dari berbagai peraturan yang berkaitan dengan desa tersebut karena di dalam buku ini penulisnya sudah mengutipkan beberapa pasal penting yang berkaitan langsung dengan pembahasan tentang desa. Sebenarnya materi atau topik tentang desa telah banyak ditulis oleh para ahli, namun demikian yang membuat buku karya Ni’matul Huda ini istimewa dibandingkan dengan buku-buku sejenis adalah cakupan perspektifnya yang sangat luas mulai dari perdebatan yang muncul pada sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, sampai dengan dinamikan desa dalam konteks kekinian. Intinya, sejauh pengamatan kami, buku ini merupakan buku yang sangat komprehensif yang membahas tentang desa dalam perspektif Hukum Tata Negara yang pernah kami baca. 3 Setidaknya, ada beberapa segi mengapa buku ini begitu penting dan layak untuk dimiliki dan dibaca oleh seluruh kalangan baik akademisi (mahasiswa dan dosen), pengamat, pejabat, maupun politisi, yaitu: Pertama, buku ini ditulis oleh seorang pakar hukum tata negara yang selama ini banyak meneliti dan menulis tentang otonomi daerah. Beberapa karyanya bahkan telah beberapakali dicetak ulang sehingga kita tidak perlu lagi meragukan kwalitas isi dari buku ini. Kedua, sependek pengamatan kami, buku ini merupakan buku ‘langka’ yang membahas sejarah pengaturan desa dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai sejak awal kemerdekaan hingga pembahasan desa yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, yang bukan hanya menyajikan dan menganalisis isi pasal perpasal dari setiap peraturan dimasud, tetapi juga menyuguhkan berbagai argumen perdebatan yang dikemukan oleh para pendiri bangsa dan para aktor perumus masing-masing peraturan perundang-undangan tentang desa itu sendiri. Ketiga, ditengah kebingunan banyak pihak tentang bagaimana mengimplementasikan UU desa, buku ini sangat bermamfaat untuk dijadikan pegangan terutama bagi pemangku kepentingan dalam rangka mengimplementasikan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa agar semangat yang terkandung di dalamnya yaitu menjadikan desa sebagai pioneer kemajuan bangsa dapat terlaksana dengan baik.. Peresensi: Jamaludin Ghafur, SH., MH, Dosen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII 4
no reviews yet
Please Login to review.