Authentication
158x Tipe PDF Ukuran file 0.83 MB Source: lmsspada.kemdikbud.go.id
OTONOMI DESA DAN EFEKTIVITAS DANA DESA THE VILLAGE AUTONOMY AND THE EFFECTIVENESS OF VILLAGE FUND Nyimas Latifah Letty Aziz Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Jenderal Gatot Subroto No.10, Jakarta E-mail:nyimas.letty@gmail.com Diterima: 18 Oktober 2016; direvisi: 15 November 2016; disetujui: 30 Desember 2016 Abstract 7KH/DZ1RRQWKHYLOODJHKDVRSHQHGXSRSSRUWXQLWLHVIRUYLOODJHVWREHFRPHVHOIVXI¿FLHQWDQG DXWRQRPRXV7KH9LOODJHDXWRQRP\LVDXWRQRPRXVRIYLOODJHJRYHUQPHQWVLQPDQDJLQJWKH¿QDQFHVRIWKHYLOODJH2QH of program that given by the government is the village fund with the proportion of 90:10. The purpose of giving the village fund is to fund village governance, implement the development, and empower rural communities. However, the implementation of the use of village funds were still not effective due to inadequate capacity and capability of the village government and lack of community involvement in the management of village funds. Keywords : village autonomy, effectiveness, village fund Abstrak Lahirnya UU No.6/2014 tentang desa telah membuka peluang bagi desa untuk menjadi mandiri dan otonom. Otonomi desa yang dimaksud adalah otonomi pemerintah desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa. Salah satu program yang diberikan pemerintah saat ini adalah pemberian dana desa dengan proporsi 90:10. Tujuan pemberian dana desa ini adalah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Namun, dalam pelaksanaan penggunaan dana desa masih dirasakan belum efektif dikarenakan belum memadainya kapasitas dan kapabilitas pemerintah desa dan belum terlibatnya peran serta masyarakat secara aktif dalam pengelolaan dana desa. Kata Kunci : otonomi desa, efektivitas, dana desa Pendahuluan 2015) bahwa tingkat kemiskinan di perkotaan Otonomi daerah di Indonesia (sejak 2001) telah sebesar 8,22% sedangkan tingkat kemiskinan membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk di perdesaan mencapai 14,09%.1 Menghadapi bertanggung jawab dalam mengurus urusan persoalan tersebut, strategi pemerintah untuk rumah tangganya sendiri. Ini merupakan solusi mengatasi ketimpangan pembangunan nasional alternatif dalam mengatasi berbagai persoalan dengan menaruh perhatian besar terhadap yang terjadi karena masalah ketimpangan pembangunan daerah perdesaan. pembangunan baik antara pusat dan daerah Salah satu wujud perhatian pemerintah maupun antardaerah kabupaten dan kota. dengan lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun Ketidakseimbangan yang terjadi sebagai 2014 tentang Desa. UU ini membawa perubahan akibat pembangunan yang tidak merata hingga besar yang mendasar bagi kedudukan dan relasi menyebabkan tingginya angka kemiskinan di 1 Indonesia. Berdasarkan data BPS (September, Lihat https://www.bps.go.id/brs/view/id/1227, (diakses pada 1 Oktober 2016). Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa ... | Nyimas Latifah Letty Aziz | 193 desa dengan daerah dan pemerintah meliputi desa serta masyarakat untuk membangun desa aspek kewenangan, perencanaan, pembangunan, secara kolektif. keuangan dan demokrasi desa. Melalui UU Pembangunan dapat diartikan sebagai ini, kedudukan desa menjadi lebih kuat. UU upaya meningkatkan kemampuan manusia untuk ini dengan jelas menyatakan bahwa desa dan memengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi desa adat mendapat perlakuan yang sama dari utama dari pembangunan tersebut yakni: (a) pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam hal capacity, pembangunan berarti membangkitkan ini, desa diberikan otonomi untuk mengatur dan kemampuan optimal manusia, baik individu mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan maupun kelompok; (b) equity, mendorong hak asal-usul, adat istiadat, dan nilai sosial tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan budaya masyarakat desa, serta menetapkan dan nilai dan kesejahteraan; (c) empowerment, mengelola kelembagaan desa. Tentunya untuk menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk menjalankan kesemuanya itu maka pemerintah membangun dirinya sendiri sesuai dengan desa perlu mendapatkan dukungan dana. kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan Dana tersebut diperoleh dari sumber-sumber dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan pendapatan desa meliputi PADesa (Pendapatan memilih dan kekuasaan dalam memutuskan; Asli Desa), alokasi APBN (Anggaran Pendapatan (d) sustainability, membangkitkan kemampuan Belanja Negara), bagian dari PDRD kabupaten/ untuk membangun secara mandiri; dan (e) kota, ADD (Alokasi Dana Desa), bantuan interdependence, mengurangi ketergantungan keuangan dari APBD provinsi/kabupaten/kota, negara yang lain dan menciptakan hubungan hibah dan sumbangan pihak ketiga, dan lain-lain 2 saling menguntungkan dan saling menghormati. pendapatan yang sah. Ini bertujuan supaya Pembangunan memiliki tiga sasaran pemerintah desa dapat memberikan pelayanan pembangunan yakni pengangguran, kemiskinan, prima dengan memberdayakan masyarakat untuk dan ketimpangan. Apabila ketiganya mengalami berpartisipasi aktif dalam program kegiatan penurunan, pembangunan memiliki arti penting. pembangunan baik fisik maupun non fisik Namun, apabila terjadi sebaliknya, sulit sehingga tercapai pembangunan dan peningkatan 3 kesejahteraan masyarakat desa. dikatakan adanya pembangunan. Sayangnya, ketidakmerataan pembangunan yang terjadi Sejak tahun 2015, pemerintah memberikan di Indonesia antara kawasan perkotaan dan Dana Desa (selanjutnya akan disebut dengan perdesaan memiliki gap yang tinggi sehingga DD) kepada desa yang bersumber dari APBN pembangunan pedesaan menjadi jauh tertinggal yang ditransfer melalui APBD kabupaten/ dibanding perkotaan. Oleh karena itu, fokus kota. Desa mempunyai hak untuk mengelola perhatian pemerintahan saat ini adalah bagaimana kewenangan dan pendanaannya. Namun, sebagai membangun desa menjadi desa yang otonom bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik dan mandiri, salah satunya melalui pemberian Indonesia) pemerintah desa perlu mendapat dana desa. supervisi dari level pemerintah di atasnya. Hal Kajian mengenai dana desa ini merupakan ini dikarenakan untuk kedepannya, jumlah DD kajian yang baru dan menarik mengingat yang akan diberikan ke desa akan semakin penyaluran dana desa baru diberlakukan pada besar sementara kapasitas dan kapabilitas SDM tahun 2015. Tulisan ini akan membahas tentang (Sumber Daya Manusia) dalam pengelolaan otonomi desa dan efektivitas penggunaaan keuangan desa masih belum cukup memadai. dana desa. serta kendala yang dihadapi dalam Selain itu, keterlibatan masyarakat untuk implementasi penggunaan dana desa. Bagian akhir merencanakan dan mengawasi penggunaan merupakan catatan penutup untuk memberikan dana desa masih dirasakan minimal. Dengan demikian, ini menjadi tugas dan catatan penting tidak hanya bagi pemerintah pusat, tetapi juga 2 Lihat : Bryan White dalam Budi Suryadi, Ekonomi Politik bagi pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah Modern Suatu Pengantar, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006). 3 Lihat : Dudley Seers dalam Hudiyanto, Ekonomi Politik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005). 194 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 193–211 masukan atas kendala yang terjadi dalam proses nasional. Sebagaimana yang diketahui bahwa implementasi penggunaan dana desa. pasca reformasi UU No.22/1999 dan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dinilai Otonomi Desa belum memiliki semangat untuk menampilkan desa sebagai salah satu komponen penting Desa atau yang disebut dengan nama lain telah dalam proses pembangunan nasional. Dalam ada sebelum NKRI terbentuk. Pasal 18 UUD perspektif UU No. 22/1999, kebijakan mengenai NRI (Negara Republik Indonesia) tahun 1945 desa tidak cukup memberikan ruang bagi desa (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa untuk berkreasi dalam skema kewenangan yang dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih lebih luas. Sejak konstitusi sampai dengan UU kurang 250 zelfbesturende landschappen No.22/1999, kesemuanya lebih mengedepankan dan volsgemeenschappen. Ini sama dengan ruang desentralisasi bagi pemerintah daerah penyebutan desa untuk di Jawa dan Bali, nagari kabupaten/kota. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI di Minangkabau, gampong di Aceh, dusun dan 1945 justru menyatakan bahwa yang memiliki marga di Palembang, lembang di Toraja, negeri di pemerintah desa adalah provinsi, kabupaten dan Maluku, dan sebagainya. Daerah-daerah tersebut kota. Pasal 1 huruf o UU No. 22/1999 melihat mempunyai susunan asli dan oleh karenanya kewenangan mengatur dan mengurus desa dianggap istimewa. Dalam hal ini, negara ditempatkan dalam format kewenangan daerah mengakui keberadaan desa tersebut dengan otonom, sebagaimana yang ditegaskan dalam mengingat hak-hak asal usulnya. Oleh karena 4 UU No. 22/1999 pasal 99. itu, keberadaannya wajib dan diberikan jaminan Secara normatif dapat dikatakan bahwa keberlangsungan hidupnya dalam NKRI. otonomi desa hanya merupakan pelengkap dari Sejarah pengaturan tentang Desa telah otonomi daerah. Explanatory factor terhadap mengalami beberapa kali perubahan sejak otonomi desa justru dapat dielaborasi berdasarkan Indonesia merdeka sampai dengan sekarang, UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang- yaitu pada masa orde lama UU No. 22/1948 undangan. Pasal 7 ayat (2) UU No.22/1999 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. mengatur bahwa peraturan desa/peraturan yang 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan setingkat dibuat oleh BPD atau dengan nama Daerah, UU No. 18/1965 tentang Pokok-Pokok lain kepala desa atau dengan nama lainnya. Ini Pemerintahan Daerah, dan UU No. 19/1965 dikelompokkan ke dalam jenis perda yang diakui tentang Desa Praja sebagai Bentuk Peralihan secara tegas sebagai skema hierarki peraturan untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah perundang-undangan RI. Hal ini merupakan Tingkat III di Seluruh Wilayah RI. Selanjutnya kelanjutan dari Keputusan Mendagri No. pada masa orde baru dibentuk UU No. 5/1975 126/2003 tentang Bentuk-Bentuk Produk Hukum tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah di Lingkungan Pemerintah Desa meliputi: (a) dan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan peraturan desa, (b) keputusan kepala desa, (c) Desa. Pada masa reformasi dibentuklah UU keputusan bersama, dan (d) instruksi kepala No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU desa. Dengan demikian ada kepastian hukum No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan bagi peraturan desa yang menegaskan pengakuan UU No.6/2014 tentang Desa, serta terakhir UU terhadap ‘otonomi desa’, meskipun dalam batas- No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. batas kewenangan pengaturan yang digariskan Namun, dalam pelaksanaannya pengaturan 5 oleh perda kabupaten/kota. tentang desa belumlah mewadahi apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa. Barulah melalui UU No.6/2014 kepentingan 4 W. Riawan Tjandra, (Perspektif Otonomi Desa dalam Dinamika desa mulai diakomodasi. Desentralisasi dalam Dadang Juliantara: Mewujudkan Terbitnya UU No.6/2014 tentang desa Kabupaten Partisipatif, (Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri, 2004), hlm. 91. merupakan upaya untuk menghidupkan kembali 5 peran penting desa dalam proses pembangunan Ibid. Lihat juga Hessel Nogi S. Tangkilisan, Analisis Kebijakan dan Masnajemen Otonomi Daerah Kontemporer, (Yogyakarta: Lukman Offset, 2003), hlm. 41-52. Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa ... | Nyimas Latifah Letty Aziz | 195 Selanjutnya dalam perspektif UU perangkat desa. Sedangkan UU No.32/2004 No.32/2004 pasal 200 ayat (1), pemerintahan menyatakan pemerintah desa terdiri atas kepala desa dibentuk dalam lingkup pemda kabupaten/ desa dan perangkat desa. Tidak ada klausul kota. Pemerintahan desa terdiri dari pemerintah tentang atau yang disebut dengan nama lain. Ini desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). artinya terjadi pola penyeragaman sebutan kepala Pembentukan, penghapusan, dan penggabungan desa. Secara formal tidak ada lagi wali nagari di desa, dilakukan dengan memperhatikan asal-usul Sumatera Barat, hukum tua di Minahasa, opo atau prakarsa masyarakat. Desa di kabupaten/kota lao di Sangihe dan Talaud, sangadi di Bolaang secara bertahap dapat diubah statusnya menjadi Mongondow, atau ayahanda di Gorontalo. Semua kelurahan atas usul dan prakarsa pemerintah diseragamkan dengan satu nama ‘kepala desa’. desa dan BPD yang ditetapkan dengan perda Ini merupakan sebagian warna yang dibawa oleh (peraturan daerah). Pemerintah desa terdiri dari UU No. 32/2004.8 kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa Saat ini jumlah desa yang ada di Indonesia terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa sudah mencapai 74.000 (tujuh puluh empat lainnya. Sekretaris desa diisi oleh PNS yang 9 ribu). Dengan demikian pelaksanaan pengaturan 6 memenuhi syarat. desa yang selama ini berlaku sampai dengan Urusan pemerintahan yang menjadi UU No.32/2004 sudah tidak sesuai lagi kewenangan desa yakni : (1) urusan pemerintahan dengan perkembangan zaman, terutama dalam yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa; hal masyarakat hukum adat, keberagaman, (2) urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban demokratisasi, partisipasi masyarakat, dan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya pemerataan pembangunan sehingga terjadi gap ke desa; (3) tugas pembantuan dari pemerintah, yang tinggi antarwilayah, kemiskinan, sosial pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota budaya, dan lingkungan yang dapat mengancam yang disertai pembiayaan, sarana, prasarana, keutuhan NKRI. Oleh karena itu, perlu ada suatu dan SDM; dan (4) urusan pemerintahan lainnya gerakan pembaharuan desa untuk meredam yang oleh peraturan perundang-undangan semua itu, khususnya dalam memahami otonomi diserahkan ke desa. Apabila kita melihat urusan desa. kewenangan (pada pon 2 dan 3), tampak UU No.6/2014 memberikan ruang gerak yang bahwa pemerintah desa mengalami proses luas untuk mengatur perencanaan pembangunan penunggangan kepentingan pemerintahan di atas dasar kebutuhan prioritas masyarakat atasnya. Demikian halnya dengan BPD yang desa tanpa terbebani oleh program-program menjadikan proses demokrasi di tingkat desa kerja dari berbagai instansi pemerintah yang 7 menjadi terancam. selanjutnya disebut ‘otonomi desa’. Otonomi Ini menunjukkan bahwa UU No.32/2004 desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan sebagai bagian dari proses penyeragaman bentuk utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintahan di daerah. Kondisi pemerintahan pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban demikian menjadi bagian dari proses sejarah menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh 10 yang tidak dapat dielakkan. Sebagai contoh, desa tersebut. sistem pemerintahan nagari di Sumatera Barat kurang mempunyai landasan pijakan yang sah bila mengacu pada UU ini. Desa tidak 8 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi lagi mempunyai otonomi. Sementara UU dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, No.22/1999 pasal 95 ayat (1) menyatakan hlm..186. bahwa pemerintah desa terdiri atas kepala desa 9 Lihat “Kemenkeu Minta Jumlah Desa di Indonesia Tidak atau yang disebut juga dengan nama lain, yaitu Ditambah”, 20 April 2016 http://nasional.republika.co.id/ berita/nasional/umum/16/04/20/o5xcdd383-kemenkeu-minta- jumlah-desa-di-indonesia-tidak-ditambah, (diakses pada 1 6 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Suatu Solusi Oktober 2016). dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global (ed. Revisi), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 185. 10 HAW Widjaja, Otonomi Desa : Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,-DNDUWD375DMD*UD¿QGR3HUVDGD 7 Ibid, hlm. 186. 2008),hlm.165. 196 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 13 No. 2 Desember 2016 | 193–211
no reviews yet
Please Login to review.