jagomart
digital resources
picture1_Presentasi Usaha 179 | Penataan Hubungan Hukum Terhadap Sumberdaya Agraria


 394x       Tipe DOCX       Ukuran file 0.07 MB    


Presentasi Usaha 179 | Penataan Hubungan Hukum Terhadap Sumberdaya Agraria

icon picture DOCX Word DOCX | Diposting 06 Dec 2021 | 4 thn lalu
Berikut sebagian tangkapan teks file ini.
Geser ke kiri pada layar.
                           Penataan Hubungan Hukum Dalam 
                                Penguasaan dan Pemilikan 
                          serta Penggunaan dan Pemanfaatan 
                                                               
                                    Sumber Daya Agraria)
                    (studi awal terhadap konsep hak atas tanah dan ijin usaha pertambangan)
                                       Oleh: Oloan Sitorus**)
              Pendahuluan
              Diskursus mengenai penataan hubungan hukum dalam penguasaan dan
              pemilikan tanah penting dilakukan saat ini, ketika konsep antara hak atas
              tanah dan ijin terhadap pemanfaatan sumberdaya agraria disinyalir
              mengalami   berbagai   dinamika.   Penulis   berasumsi   bahwa   berbagai
              perubahan yang terdapat dalam praktik pelaksanaan konsep hukum hak
              atas tanah dan ijin terhadap pemanfaatan sumberdaya agraria tidak luput
              dari perubahan yang terjadi pula dalam hubungan negara terhadap tanah
              dan sumberdaya agraria lainnya. 
              Hubungan hukum dengan tanah dan sumberdaya agraria lainnya diatur
              dalam   konstitusi   Negara   dan   berbagai   aturan   mengenai
              pertanahan/agraria, yang intinya menyatakan bahwa semua sumberdaya
              agraria  dikuasai  oleh   negara   dan   dipergunakan   untuk   sebesar-besar
              kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945).1 Pengertian ‘dikuasai
              oleh negara’ dimaknai sebagai kewenangan publik, yang berarti bahwa
              ‘Hak Menguasai Negara’ (HMN) sebagai bentuk hubungan hukum antara
              Negara dengan sumberdaya agraria adalah hubungan yang bersifat
              publik, bukan privat sebagaimana hubungan Negara dengan sumberdaya
              agraria pada pemerintahan kolonial dan pemerintahan feodal sebelumnya.
              Hubungan yang bersifat publik tersebut secara jelas dijabarkan dalam
              Pasal 2 ayat (2) UUPA  yang menyatakan bahwa HMN memberi wewenang
              untuk:    pertama,   mengatur   dan   menyelenggarakan   peruntukan,
              penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
                         *)   Tulisan ini merupakan penyempurnaan dari makalah yang disampaikan pada
            Seminar Nasional Pertanahan yang diselenggarakan Panitia Pengukuhan Pengurus Daerah
            KAPTI-Agraria Provinsi Bali dan Seminar Nasional Pertanahan bekerjasama dengan Kanwil
            BPN Provinsi Bali, di Denpasar-Bali, 22 Mei 2013.
                     **)   Dr. Oloan Sitorus, S.H., M.S. adalah Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional,
            Yogyakarta.
            1         Berbagai pengamat mengatakan bahwa Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3) memiliki ideologi yang jelas, namun
            ayat (4) dari pasal tersebut, yang menyatakan: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
            ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
            serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. sebagai hasil amandemen
            keempat UUD 1945, dipandang mengalami disorientasi (Sukardi Rinakit).
               
            Jurnal Bhumi STPN Mei 2016          Page 1
                tersebut; kedua,  menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
                antara   orang-orang   dengan   bumi,   air   dan   ruang   angkasa;  ketiga,
                menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
                orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
                ruang   angkasa.  Dalam   perkembangan   selanjutnya,   pasca   reformasi,
                Mahkamah Konstitusi R.I. (MK RI), juga berkontribusi menjelaskan makna
                HMN. Dalam berbagai putusannya, MK RI menegaskan bahwa HMN berisi
                kewenangan untuk: (a)  merumuskan kebijakan (beleid); (b)  melakukan
                pengaturan  (regelendaad)  dalam hal ini kewenangan  legislasi (DPR +
                Pemerintah)   dan   regulasi   (Pemerintah);  (c)  melakukan   pengurusan
                 (bestuursdaad),   seperti  :        p emberian dan    pencabutan izin, konses i ,   dan 
                lisensi; (d)    melakukan pengelolaan  (beheersdaad)  melalui  mekanisme
                pemilikan saham atau keterlibatan langsung BUMN/D; dan (e) melakukan
                pengawasan  (toezichthoundendaad):    oleh Pemerintah dalam rangka
                                2
                pengendalian.  Dalam tafsir penulis, hubungan hukum yang lain, seperti
                dalam bentuk ‘hak atas tanah’ merupakan bagian dari isi kewenangan
                melakukan pengurusan  (bestuursdaad).  Dengan demikian, penentuan
                hubungan hukum dengan tanah dalam bentuk hak atas tanah dan ijin
                terhadap pemanfaatan sumberdaya agraria lainnya (termasuk konsesi dan
                lisensi)   merupakan   salah   satu   isi   dari   kewenangan   HMN   di   bidang
                sumberdaya agraria. 
                Hak atas tanah sebagai hubungan tenurial
                Hubungan antara orang/badan hukum dengan tanah diakomodasi dengan
                ‘hak’, yang kemudian disebut hak atas tanah seperti dinyatakan dalam
                Pasal 4 jo Pasal 16 UUPA.  Kewenangan yang terdapat dalam hak atas
                tanah bersifat privat, seperti: menggunakan, mengalihkan (memindahkan,
                menyerahkan/melepaskan), dan menjadikan sebagai agunan. 
                 
                Dalam konteks Hukum Perdata, kekuatan hubungan hukum hak atas tanah
                dibedakan  atas  hak kebendaan dan hak perorangan. Hak Kebendaan
                                   3
                (zakelijke recht)  memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dibandingkan
              2                 Kehadiran MK RI dalam ketatanegaraan Indonesia memberikan kesan perbaikan
              dalam hubungan negara dengan sumber-sumber agraria. Ketika kewenangan legislasi
              dipandang tidak sesuai dengan konstitusi, MK RI memberi koreksi untuk meluruskan
              kembali. Sebagai contoh, Pasal 22 UU Nom 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU
              PM), yang memungkinkan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU), Hak
              Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP) secara sekaligus di awal pemberian haknya
              adalah   ketentuan   yang   bertentangan   dengan   Pasal   33   UUD   1945.   Menarik   sekali
              mencermati pertimbangan hukum dari putusan MK RI tersebut yang menyatakan bahwa
              perpanjangan dan pembaharuan ‘sekaligus di muka’ atau ‘di muka sekaligus’ menghambat
              negara untuk melakukan pemerataan kesempatan perolehan tanah secara adil. Bahkan
              dikatakan pula, bahwa UU PM tersebut telah mengurangi atau melemahkan atau bahkan
              dalam keadaan tertentu menghilangkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi   dan
              bertentangan dengan prinsip penguasaan oleh negara.
              3          Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang
              Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT.Citra Aditya
              Jurnal Bhumi STPN Mei 2016              Page 2
                    dengan hak perorangan (personlijk recht). Hak Kebendaan yang melekat
                    pada bendanya dapat dipertahankan kepada siapa pun, sedangkan Hak
                    Perorangan hanya dapat dipertahankan pada orang tertentu. Secara
                    sederhana kekuatan hubungan hukumnya dapat dibandingkan seperti
                    dalam ragaan berikut ini. 
                                                              Ragaan -1
                                      Kriteria Hak Kebendaan dan Hak Perorangan
                            Unsur                Hak Kebendaan                         Hak Perorangan
                           Sifat        Ada hubungan hukum langsung Tidak   ada   hubungan
                           hubunga      antara subjek dan objek berupa kepemilikan   /   kepunyaan
                           n            hubungan                kepemilikan/     yang ada hanya hubungan
                                        kepunyaan                                hukum   antar   subjek
                                                                                 berkenaan dengan objek
                           Isi          Memberikan   kewenangan   yang Hanya memberi kewenangan
                           kewenan      luas   yaitu   memanfaatkan   /          terbatas                    yaitu
                           gan          menikmati   benda/objek   yang memanfaatkan/
                                        bersangkutan   atau   hasilnya,          menikmatibenda/hasilnya
                                        melakukan   semua   perbuatan
                                        hukum   atas   benda,   dan
                                        memanfaatkan   nilai   ekonomis
                                        benda
                                        Haknya melekat/mengikuti terus Hak hanya melekat selama
                                        menerus   di   tangan   siapapun         berada   dalam   penguasaan
                                        benda berada (droit de suite)            subjek yang diberi
                           Pembeb       Dapat dibebani dengan hak lain Tidak dapat dibebani dengan
                 Bakti, 1996, h.115,  menyatakan bahw di dalam  KUHPerdata terdapat asas-asas umum hak
                 kebendaan   yang meliputi: 
                 a. asas tertutup, hak atas kebendaan baru tidak dapat dibuat selain yang telah disebut
                     secara limitatif dalam Undang-Undang;
                 b. asas absolut, hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun, sehingga setiap
                     orang harus menghormati hak tersebut;
                 c.  asas   dapat   diserahkan,   bahwa   pemilikan   benda   mengandung   wewenang   untuk
                     menyerahkan bendanya;
                 d. asas mengikuti (droit de suite), hak kebendaan mengikuti bendanya di tangan siapapun
                     berada;
                 e. asas publisitas, pendaftaran benda merupakan bukti kepemilikan;
                 f.  asas individual, obyek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat ditentukan;
                 g. asas totalitas, hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara totalitas atau
                     secara keseluruhan dan tidak pada bagian-bagian benda;
                 h. asas pelekatan (asesi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda
                     pokoknya;
                 i.  asas besit merupakan titel sempurna, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan terdapat
                     dalam Pasal 1977 KUH Perdata (asas ini sekarang hanya dapat berlaku bagi benda
                     bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar).
                  
                   
                 Jurnal Bhumi STPN Mei 2016                      Page 3
                    anan     baik hak perorangan maupun hak hak yang lain apapun.
                    dengan   kebendaan   lainnya   dan   hak
                    hak lain jaminan untuk pelunasan utang
                  Sumber: Diringkas dari L.J. van Apeldoorn dan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
                
               Dalam konteks UUPA, hubungan hukum dengan tanah yang disebut
               sebagai hak atas tanah adalah hubungan penguasaan dan pemilikan
               (tenurial). Kewenangan dalam hak atas tanah itu meliputi: kewenangan
               pemilikan bagi hak atas tanah yang tidak memiliki jangka waktu (Hak
               Milik) dan kewenangan penguasaan untuk hak atas tanah dengan jangka
               waktu sementara (HGU, HGB, HP). Sebagaimana dikemukakan di atas, 
               di dalam hak atas tanah itu, terkandung beberapa kewenangan seperti
               kewenangan menggunakan, mengalihkan, dan mengagunkan tanah yang
               dimilikinya (Pasal 4, 16, 20-45 UUPA). Oleh karena UUPA dibangun
               berdasarkan konsepsi, asas, lembaga, dan sistem pengaturan Hukum
               Adat, maka hakikat hak atas tanah, termasuk cara terjadinya hak atas
               tanah   berdasarkan   UUPA   banyak   mengikuti   logika   Hukum   Adat.4
               Berdasarkan ketentuan Hukum Adat, hak atas tanah lahir karena proses
               individualisasi hak ulayat sebagai hak komunal. 
               Herman Soesangobeng mengatakan bahwa atas dasar hubungan ulayat
               maka dimungkinkan timbulnya hak-hak atas tanah. Hak-hak itu dilahirkan
               berdasarkan proses perhubungan penguasaan nyata, utamanya oleh
               perorangan dan keluarga sebagai pemegang hak. Pertumbuhan hak atas
               tanah itu diawali dari pemilihan lahan berdasarkan Hak Wenang Pilih.
               Kemudian   setelah   pemberitahuan   kepada   kepala   masyarakat   dan
               pemasangan tanda-tanda larangan maka lahirlah  Hak Terdahulu.
               Selanjutnya, setelah membuka hutan dan lahannya diolah serta digarap
               maka lahir Hak Menikmati. Baru setelah Hak Menikmati berlangsung
               cukup lama dan penggarapan lahan dilakukan secara terus menerus
               maka ia berubah menjadi Hak Pakai. Akhirnya, setelah penguasaan dan
               pemakaian itu berlangsung sangat lama sehingga terjadi pewarisan
               kepada generasi berikutnya, maka Hak Pakai pun berubah menjadi Hak
               Milik.  Proses   lahirnya   hak   atas   tanah   ini   menurut   Herman
            4        Boedi Harsono,  Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang
            Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,  Jilid I, Cetakan Kesembilan (Edisi Revisi), Penerbit
            Djambatan, Jakarta, 2003,  hlm. 229.
            Jurnal Bhumi STPN Mei 2016         Page 4
Kata-kata yang terdapat di dalam file ini mungkin membantu anda melihat apakah file ini sesuai dengan yang dicari :

...Penataan hubungan hukum dalam penguasaan dan pemilikan serta penggunaan pemanfaatan sumber daya agraria studi awal terhadap konsep hak atas tanah ijin usaha pertambangan oleh oloan sitorus pendahuluan diskursus mengenai penting dilakukan saat ini ketika antara sumberdaya disinyalir mengalami berbagai dinamika penulis berasumsi bahwa perubahan yang terdapat praktik pelaksanaan tidak luput dari terjadi pula negara lainnya dengan diatur konstitusi aturan pertanahan intinya menyatakan semua dikuasai dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat pasal ayat uud pengertian dimaknai sebagai kewenangan publik berarti menguasai hmn bentuk adalah bersifat bukan privat sebagaimana pada pemerintahan kolonial feodal sebelumnya tersebut secara jelas dijabarkan uupa memberi wewenang pertama mengatur menyelenggarakan peruntukan persediaan pemeliharaan bumi air ruang angkasa tulisan merupakan penyempurnaan makalah disampaikan seminar nasional diselenggarakan panitia pengukuhan pengurus daerah kapti...

no reviews yet
Please Login to review.