Authentication
381x Tipe DOCX Ukuran file 0.36 MB
Makalah PENDIDIKAN KARAKTER Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu-isu Kotemporer Pendidikan Dosen Pengampu: Ora Weruh Jenenge Oleh Kelompok I: Nama Nim Ahmad Faruq 084114002 Imam Ghozali 084114008 Naimah 084114020 Ulfi Thoyyibah 084114029 PROGRAM STUDI PAI MADIN JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER Bulan April 1 2 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007, diperoleh pengakuan remaja bahwa: sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks; sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan; sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi; dari dua juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, satu juta di antaranya ialah remaja; dan sebanyak 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno.1 Singkat kata, dunia pendidikan Indonesia terancam bahaya. Tinggal menunggu waktu kehancurannya. Pemerintah berusaha menanggulanginya dengan pemberlakukan character building (pembangunan karakter), dengan harapan prosentase kenakalan remaja tersebut setidaknya dapat berkurang. Tetapi fakta kasus pelecehan seksual terhadap anak TK Jakarta Internatioanal School (JIS) seolah menambah jumlah presentase keboborkan potret pendidikan Indonesia. Pendidikan Indonesia (bahkan dunia) sedang krisis. B. Rumusan Masalah Makalah pendek ini membatasi pembahasan pada tiga pokok: 1. Bagaimanakah pendidikan karakter di Indonesia? 2. Bagaimanakah urgensi pendidikan karakter di Indonesia? 3. Bagaimakah institusi sosial-kultural yang sesuai dengan pendidikan karakter? C. Tujuan Pembahasan Makalah ini bertujuan mendeskripsikan, mengkaji, menganalisa, dan memahami pendidikan karakter di Indonesia, urgensi dan institusi sosial- kulturalnya. 1 Hasil survei ini antara lain dapat dibaca dalam “Gaya Hidup Bebas Remaja – Seks, Rokok, Konsumerisme” artikel dalam http://fakta-remaja.blogspot.com/2013_03_01_archive.html akses 20 April 2014. 3 Bab II Pembahasan A. Pendidikan Karakter di Indonesia Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.2 Dalam perbendaharaan bahasa Arab, dikenal istilah akhlak. Al-Jurjanji mendefinisikan akhlak sebagai “…suatu istilah yang menggambarkan keadaan batin yang kuat sebagai sumber lahirnya tingkah laku secara mudah dan spontan tanpa memerlukan proses berpikir. Jika yang lahir dari keadaan batin itu tingkah laku yang baik secara akal dan syariat, maka keadaan batin itu lazim disebut akhlaq yang baik; sebaliknya, jika yang lahir adalah tingkah laku buruk, maka keadaan batin itu pun disebut akhlaq yang buruk…”3 Pendidikan karakter yang diterapkan dalam Kurikulum 13 (K-13) merupakan pendidikan yang bertujuan mengarahkan peserta didiknya menuju karakter mulia. Itu artinya, individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya. Tanda-tanda atau indikatornya antara lain: reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, 2 Penjelasan ini dikutip dari artikel “Pendidikan Karakter” dalam http://h4ti3fa.student.umm.ac-.id/download-as-doc/student_blog_article_22.doc diakses pada 24 April 2014 3 ‘Abd al-Qahir al-Jurjaniy, at-Ta’rifat (Bairot: Maktabah Lebanon, 1985), 106. 4 berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat (efisien), menghargai waktu, pengabdian (dedikatif), pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Terlihat betapa mulia tujuan penerapan pendidikan karakter ini. Tetapi dalam prakteknya, sejarah pendidikan Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti, kecuali dalam ranah teoretik. Bahkan ada kesan “mentri pendidikan berganti, program pendidikan pun berganti”. Atau, “sistem pendidikan berjalan sesuai aruh kekuasaan yang sedang berlangsung.”4 Pembenahan teori pendidikan dan sibuk membuat konsep pendidikan karakter itu perlu, tetapi praktek di lapangan lebih menentukan. Telah banyak disosialisasikan dalam workshop, seminar, panel, dan forum-forum forum lain, pengenalan akan K-13 yang mengusung tema “pendidikan karakter”, tetapi tidak ada jaminan bahwa peserta yang banyak terdiri dari para guru itu mengerti. Jika tahap mengerti saja belum bisa dilalui, bagaimana mungkin yang bersangkutan dapat menerapkan. Sekedar contoh teori: 4 Penjelasan ini antara lain dapat dibaca secara lengkap dalam Triman Juniarso, “Pendidikan Karakter: Lagu Lama yang Diputar Kembali; Perlukah?” artikel dalam trimanjuniarso.files.word- press.com, diakses 24 April 2014.
no reviews yet
Please Login to review.