Authentication
266x Tipe PDF Ukuran file 0.03 MB
RINGAKSAN Penyakit pada udang diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen seperti parasit, jamur, bakteri dan virus yang dapat menular dari satu inang ke inang yang lain melalui air atau sentuhan langsung antar inang, inang perantara, peralatan dan aktifitas manusia (Rodriguez dan Moullac, 2000). Adapun penyakit non infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan non patogen seperti nutrisi, kualitas air dan racun (Murdjani et al, 2003). Bakteri penyebab utama terjadinya kematian massal pada pembenihan dan pembesaran udang di kawasan Asia. Bakteri yang paling dominan ditemukan pada pembenihan udang di Indonesia adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio damsela dan Vibrio harveyi (Sargeloos et al., 2000), pada pembesaran udang di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah Vibrio harveyi. Jayaree (2000) menemukan Vibrio alginolyticus, V. Parahaemolyticus dan V. Anguilarrum bersifat menyerang bila keadaan memungkinkan serta penyebab utama infeksi sekunder pada udang yang terserang White Spot Syndrome Virus (WSSV) . Penyelesaian atau penanggulangan penyakit menggunakan antibiotik sangat tidak dianjurkan karena penggunaan antibiotik dapat menimbulkan resistensi, penumpukan residu pada daging udang dan pencemaran lingkungan (Wu dan Chang, 1981). Selain itu menurut Kurmaly (1992) penggunaan antibiotik hanya efektif terhadap infeksi bakteri dan tidak mempunyai aktifitas terhadap virus. Lebih lanjut Kamiso (2004) menjelaskan udang tidak mempunyai sistem pertahanan adaptif sehingga vaksinasi kurang efektif. Untuk mengatasi hal tersebut maka penanggulangan penyakit secara preventif dapat dilakukan melalui peningkatan mekanisme kekebalan tubuh udang yang non spesifik yaitu melalui pemberian immunostimulan. Menurut Ellis (1988), immunostimulan merupakan suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit infeksi dengan meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh yang bersifat non spesifik. Studi yang telah ada menyatakan bahwa sejumlah substansi seperti ß-1,3 glucan, Lipopolysakarida (LPS), peptidoglikan, dan endotoxin atau bakteri yang dimatikan (bakterin) dapat meningkatkan respon immun krustasea (Boonyaratpalin et al., 1999). Salah satu tanda meningkatnya daya tahan tubuh oleh pemberian imunostimulan adalah meningkatnya kemampuan fagositosis karena adanya peningkatan jumlah dan kemampuan sel fagosit pada udang yang diperankan oleh hemosit. Bakteri vibrio alginolyticus yang hidup diperairan laut dan payau ternyata selain menjadi patogen bagi pembenihan ikan kerapu juga memberi keuntungan. Banyak data yang mendukung akan hal itu, antara lain: di Equador bakteri Vibrio alginolyticus digunakan sebagai probiotik di industri udang (Austin, 2004), penelitian Garriques dan Arevalo (1995) menyimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai suatu karakter yang bisa melindungi dari serangan penyakit. Gatessoupe (1990) mendeteksi Vibrio alginolyticus pada rotifer yang sehat dan menemukan hubungan yang positif antara kelulushidupan (survival rate) dari larva turbot dan porposi Vibrio alginolyticus di lingkungan pemeliharaan. Outer Membrane protein (Omp) dari Vibrio alginolyticus dengan berat molekul 42,95 KDa dapat dibuat sebagai kandidat vaksin (Maftuch, 2006).
no reviews yet
Please Login to review.